Berikut catatan dari salah satu fans HARRY POTTER tentang petronus..
Dari sekian banyak mantra yang dirapal oleh Harry Potter, ada satu mantra yang paling saya suka. Mantra Patronus. Mantra ini mulai dimunculkan di buku Harry Potter yang ketiga: Harry Potter and The Prisoner of Azkaban. Mantra Patronus berfungsi untuk melawan Dementor, sejenis makhluk berjubah tanpa wajah yang ‘melahap’ semua kebahagiaan dalam diri manusia. Begitu menyengsarakannya ‘kecupan’ Dementor, hingga kematian bahkan terlihat lebih baik. Jika berhasil, mantra ini akan menghasilkan Patronus; sebagai pelindung yang bertindak sebagai tameng yang membentengi diri atas Dementor. Dikatakan oleh Profesor Lupin, guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam di Hogwarts, Patronus adalah sejenis kekuatan positif. Ia adalah proyeksi dari harapan, kebahagiaan, dan keinginan bertahan hidup.
Yang paling saya suka dari Mantra Patronus adalah bagaimana cara memunculkannya. Penyihir hanya perlu mengingat satu
saja kejadian yang sangat menyenangkan sembari mengucap ‘Expecto
Patronum!’. Berkali-kali Harry mengalami kesulitan untuk memunculkan
Patronus. Bisa dimengerti, karena sedari kecil Harry hanya memiliki
sedikit pengalaman yang menyenangkan. Orang tuanya meninggal ketika dia
masih bayi, dan hidup bersama Keluarga Dursley yang membencinya bukanlah
kenangan yang membahagiakan. Sampai ketika Harry bisa merapal mantra
sepenuh hatinya, Patronus-nya muncul dalam bentuk Rusa Jantan dengan
warna keperakan yang indah. Harry bisa menghasilkan Patronus karena dia berfokus pada hal-hal yang menyenangkan dirinya.
Saya banyak belajar dari Mantra
Patronus ini. Dementor saya analogikan sebagai hal-hal buruk yang
membuat hari saya muram, sementara Patronus adalah semua yang bisa
melibas warna muram itu dengan warna-warni cerah. Sejak saat itu, saya
punya mekanisme pertahanan sendiri untuk mengubah mood jelek
menjadi baik. Sebelumnya mungkin saya sudah punya, hanya tidak
menyadarinya. Kini, saya menciptakan Patronus sendiri yang saya tahu
cukup tangguh untuk melawan ‘dementor-dementor’ dalam kehidupan saya.
Untunglah Patronus saya tidak hanya ada satu.
Patronus paling pertama yang saya
andalkan ketika sedang sedih adalah lagu. Tinggal putar lagu yang
diinginkan, Patronus akan hadir melalui nada dan lirik-lirik yang
positif (atau kadang, melalui musiknya yang berdebam-debum). Saya bahkan
punya list lagu-lagu yang selalu saya setel ketika sedang sedih, salah satunya adalah Look Through My Eyes-Phil Collins. Bagian yang paling saya suka:
“There will be times on this
journey/All you’ll see is darkness/Out there somewhere, daylight finds
you/If you keep believing/So don’t run, don’t hide/It will be all
right/You’ll see, trust me/I’ll be there watching over you.”
Hey, that’s exactly what Patron may tell you, right?
Patronus saya selanjutnya
terserak dalam buku-buku kesukaan saya. Saya jelas menyukai buku-buku
fiksi saya: BSC, seri petualangan, komik Happy Talk, seri Harry Potter dan lainnya. Tapi untuk buku nonfiksi, saya punya dua buku yang wajib ada. Dua-duanya karangan Sean Covey: The 7 Habits of Highly Effective Teens (meskipun saya bukan teen lagi) dan The 6 Most Important Decisions You’ll ever Make.
Ketika buku fiksi membuat saya lupa sejenak pada (dan mengurangi) rasa
sedih, kedua buku nonfiksi itu justru membuat saya memikirkan rasa sedih
itu. Pada akhirnya, saya akan memilih untuk bahagia daripada terus
membawa rasa sedih kemana-mana.
Berikutnya, Patronus akan muncul
melalui film-film yang saya tonton. Saya punya stok DVD yang cukup.
Biasanya, saya pilih film kartun yang membuat saya tertawa hingga
menangis. Film Ice Age 1,2,3 termasuk dalam daftar film favorit saya.
Termasuk juga Bolt (saya tergila-gila dengan Hamster dalam bola yang
super lucu!) dan Madagascar. Tak peduli berapa kali saya pernah
menyetelnya, setiap kali menonton ulang, saya masih bisa menyisakan tawa
melihat kekonyolan dalam film-film itu. Film yang enak buat ditonton
sambil makan popcorn juga termasuk yang akan saya tonton. Saya suka film
yang ringan. Saya tak melihat ada gunanya menonton film yang berat
ketika sedang sedih.
Patronus juga bisa muncul dalam
kata-kata yang saya tuliskan. Saya menganggap menulis sebagai bagian
dari self-healing. Ketika sedang sangat sedih, saya akan jujur menulis
untuk diri sendiri. Saya lega setelah menumpahkan perasaan saya melalui
kata-kata. Ketika saya baca lagi tulisan itu, saya seolah diberi tahu apa sebenarnya yang membuat saya bersedih dan bagaimana cara mengatasinya. Well, saya hanya perlu waktu lebih untuk menganalisa rasa sedih.
Patronus saya yang lain bisa muncul dalam buku harian yang ibu beri untuk saya.
Membacanya lagi membuat saya seperti diberi kekuatan untuk melawan
sedih. Patronus juga bisa muncul pada album berisi foto-foto masa kecil
saya. Saya akan memandangi saya-20an-tahun-yang-lalu dan berpikir bahwa
saya pernah benar-benar bahagia tanpa masalah berarti hingga muncul rasa ingin melindungi anak kecil yang ada di foto-foto tersebut dari sedih yang berlebihan.
Patronus saya ada dimana-mana.
Jika punya waktu untuk merenung, saya akan mengenang semua yang
baik-baik, semua yang sudah saya capai, semua yang saya peroleh. Saya
akan menjadi lebih lembut pada diri sendiri.
Saya meletakkan Patronus saya
pada hal-hal yang pasti, yang tidak akan berubah. Saya tentu bahagia
memiliki keluarga dan teman yang menyenangkan, tapi saya tidak menaruh
Patronus pada mereka. Ada saatnya mereka tidak bisa langsung hadir di
detik saat saya butuh. Ada kalanya kami berbeda pendapat. Orang bisa
berubah, tapi kenanganlah yang tetap tinggal. Mengetahui kalau saya
memiliki keluarga dan teman yang baik saja sudah bisa menghadirkan satu
Patronus baru.
Tetap saja, kadang saya ‘lupa’
kalau saya punya begitu banyak Patronus. Tapi pengalaman memang guru
paling hebat. Semakin lama, Patronus saya muncul secara otomatis saat
saya sedang muram. Untunglah. Saya bersyukur karena tak harus mempunyai
tongkat sihir seperti Harry Potter untuk memunculkan Patronus.
sumber : http://usedbookholic.blogspot.com/2011/05/patronus.html